Sumber Pemikiran Kalam
Pemikiran
Islam adalah suatu upaya ijtihadi seseorang atau sekelompok orang untuk
menerjemahkan nilai-nilai universalitas Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan
situasi zamannya.
- Pengertian dan Asal-Usul Ilmu Kalam
Secara Harfiyah, kalam berarti
pembicaraan atau perkataan. Di dalam lapangan pemikiran Islam, istilah kalam
memiliki dua pengertian : pertama, Sabda Allah, dan kedua ‘Ilm al-kalam.
Pengertian yang kedua ini lebih menunjukkan kepada teologi dogmatic dalam
Islam, dan sekaligus merupakan inti pembahasan dalam tulisan sekarang ini.
Perkataan
“kalam” sebenarnya merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing lagi,
khususnya bagi kaum muslimin. Secara harfiyah, perkataan kalam dapat ditemukan
baik dalam Al-Qur’an maupum berbagai sumber lain.
Para Ahli
sering menggunakan ilmu kalam dengan istilah teologi islam. Istilah ini berasal
dari sebutan orang-orang Barat untuk menyebut istrilah ilmu kalm dan
perbedaannya dengan filsafat islam.
Teologi
berasal dari Yunani, yakni “theos” artinya Tuhan, dan “logos” artinya ilmu.
Dengan demikian, teologi berarti ilmu tentang tuhanatau ilmu ketuhanan.
Misalnya : dalam kitab Jurmiyah, yang artinya “Kata-kata yang tersusun
dengan sengaja untuk menunjukkan suatu maksud atau pengertian.”
Dalam Al-Qur’an, yakni :
1. An-Nisa ayat 164, “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara
langsung”
2. Al-Baqarah ayat 75, “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya
kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar kalam Allah, lalu
mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.”
3. At-taubah ayat 6, “Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin
itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat
mendengar kalam Allah. Kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”
Sebutan itu (kalam), juga dipertegas oleh Nurcholis Majid, yang
mengutip Ali Asy-Syabi bahwa antara istilah mantiq dan kalam secara histories
ada hubungan. Keduanya memiliki kesamaan, lalu para Mutakalimin dan filsof
mengganti istilah mantiq dengan kalam, karena keduanya memiliki makna yang
sama.
Dari pengertian tersebut diperoleh gambaran bahwa ilmu kalam tiada lain
adalah perdebatan teologis di antara umat Islam yang didasarkan atyas argumen
logis-rasional, terutama dalam kalam ilahi yang dihubungkan dengan persoalan
manusia seperti baik dan buruk, kebebasan berkehendak.
Dengan mengutip Asyahrastani,
Ali Asy-Syahbi mengatakan bahwa istilah kalam mula-mula muncul pada masa
pemerintahan Khalifah Al-Makmun (813-833 M) dari daulah Abbasiyah dan
diciptakan oleh kaum Mu’tazilah., Alasan utama penggunaan istilah kalam ini,
boleh jadi karena masalah yang menonjol mereka perdebatkan yaitu tentang bicara
sebagai salah satu sifat tuhan.[1][5]
Sering kali ilmu kalam dihubungkan dengan ilmu tauhid. Berkenaan dengan
ini, Al-Ghazali berpendapat bahwa keduanya tidak identik. Sekalipun secara
substansial atau materi yang dibicarakannya adalah sama, tetapi dalam metode
berbeda. Karena adanya pergesaran metode ini, nama ilmu kalam menjadi lebih
popular. Metode ilmu kalam yang dimaksud, sebagaimana telah dikemikakan di atas
adalah metode nasional yang di ambil dari logika filsafat. Atau menurut istilah
Fazlur Rahman, metode yang dikembangkan Mutakallimin yaitu teologi dialektis.[1][6]
Berdasarkan asal-usul dan pengertian ilmu kalam sebagaiman yang
tersebut di atas, dapat disimpulkan:
1. Masalah perselisihan yang paling diperdebatkan antar golongan islam
adalah masalah-masalah teologis, terutama menyangkut firman Allah
2. Dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil aqli sebagaimana yang tampak pada
pembicaraan mutakallimin.
3. Pembuktian tentang keyakinan-keyakinan agama menyerupai logika dalam
filsafat. Oleh karena itu, penamaan ilmu kalam adalah untuk membedakan dengan
logika dalam filsafat.
- Pemikiran Kalam Klasik
1.
Aliran
Khawarij
Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti
‘keluar’, ditujukan bagi setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah
disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa Khulafaur Rasyidin maupun
masa tabi’in secara baik-baik
2.
Aliran
Mu’tazilah
Mu`tazilah sebagai aliran teologi memiliki akar dan
produk pemikiran tersendiri, yang dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar
dan pola pemikiran yang menjadi landasan pemahaman dan pergerakan mereka.
Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah konsep-konsep yang dihasilkan
dan dasar pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.
3.
Aliran
Asy’ariyah
Tokoh aliran ini Abu Hasan Al-Asy’ari yang lahir di
Basrah pada tahun 873 M dan wafat tahun 935 M. Pada mulanya Al-Asy’ari adalah
murid Al-Jubba’i salah seorang tokoh terkemuka aliran mu’tazilah.
Walaupun Al-Asy’ari telah berpuluhan tahun menganut
paham mu’tazilah akhirnya ia meninggalkan aliran mu’tazilah dengan alasan:
a.
Al-asy’ari
bermimpi, dalam mimpinya itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa
mazhab Ahli Hadits-lah yang benar, dan mazhab mu’tazilah salah.
b.
Al-Asy’ari
berdebat dengan gurunya Al-Jubba’i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba’i tak
dapat menjawab tantangan Al-Asy’ari sebagai muridnya.
4.
Aliran
Salafiyah
Aliran ini muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran
Ahmad bin Hambalyang kemudian pemikirannyadiformulasikan secara lebih lengkap
oleh Ahmad Ibn Taymiyah.
5.
Aliran
Murji’ah
Murji’ah berasal dari bahasa arab yang berarti menunda
atau dari kata raja’a yang berarti mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim
fail dari kata tersebut di atas, berarti orang yang menunda atau orang yang
mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti golongan atau paham
yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya persoalan yang berbuat dosa
besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti
yang kedua Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas
kesalahan dan dosanya (asal persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa
besar, mati sebelum bertobat).
6.
Aliran
Syi’ah
Akar kata Syi’ah bermakna pihak, puak dan kelompok,
yang diambil dari kata Syayya’a yang memiliki arti berpihak. Aliran ini
menunjukkan pengikut Ali dalam hubungannya dengan peristiwa pergantian
kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.
Macam-macam Aliran Tasawuf
Orang yang
pertama memberikan perhatian kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam tasawuf Islam
itu adalah Fakhruddin Al Razi.
Secara garis
besar, alam pemikiran tasawuf dalam Islam telah melahirkan tujuh aliran besar.
Ketujuh aliran itu adalah :
1.
Aliran
Ittihad
Zun Nun
Almisry (245 H) adalah sufi yang pertama kalinya mengemukakan faham ma`rifah
dalam tasawuf dan dalam perkembangannya. Menurut Zun Nun, bahwa ma`rifah yang
hakiki adalah ma`rifah sifat wahdaniyyah yang bagi wali-wali Allah secara
khusus karena mereka menyaksikan Allah dengan hati mereka, maka terbukalah bagi
mereka apa-apa yang tidak terbuka bagi orang lainnya.[1]
Apa yang
telah dirintis oleh Zun Nun itu dikembangkan lebih jauh oleh Abu Yazid Thaifur
bin Isa Al Bistami (261 H). Abu Yazidlah orang pertama sekali secara terbuka
mengemukakan ajran ittihad. Ittihad adalah kepercayaan bahwa khaliq (Allah)
dapat bersatu dengan makhluk (manusia). Yakni hubungan yang terjadi antara zat
makhluk dengan khaliq. Apabila terjadi hal ini maka makhluk akan berada dalam
keadaan tak sadr diri, yang mereka namakan mahwu.[2]
2.
Aliran Hulul
Al-Hulul
adalah kepercayaan bahwa Allah bersemayam di tubuh salah seorang, yang kiranya
bersedia untuk itu, karena kemurnian jiwanya dan kesucian ruhnya. Di antara
orang-orang yang menganut akidah dan kepercayaan ini ialah Al-Hallaj.
Ajaran-ajaran
Al-Hallaj tentang tasawuf tergambar dalam buah fikiran yang terpisah-pisah dan
di dalam teori yang bersifat ekstrim. Menurut Abul Qasim Al Razi, Al Hallaj
pernah menulis sebuah surat yang berbunyi : “ Dari yang maha pengasih lagi maha
penyayang kepada fulan bin fulan”. Tatkala ditanya orang mengapa dia menulis
dengan kata-kata tersebut, dia memeberikan jawban bahwa” Penulis itu hanya
Allah sedang aku dan tanganku hanyalah alat belaka”.[3]
3.
Aliran
Ittishal
Aliran
tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para filsuf Islam terutama Al Farabi, Ibnu
Sina, Ibnu Bajah, dan Ibnu Tufail.
Abu Nasr
Muhammad Al-Farabi di dalam mengemukakan konsepsinya tentang tasawuf, tidak
terlepas dari keahliannya sebagi filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya
membahas masalah amal untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan
kelezatan badaniyah saja, tetapi juga harus melalui akal dan pemikiran itu
sendiri.
Al-Farbi
memandang tingkat ma`rifah manusia dalam tasawuf adalah berjenjang naik dan
apabila manusia telah berada diatas jenjang Al-Aqlul Mustafad maka manusia
mampu menerima nur ketuhanan, berhubungan langsung dengan Al-Aqlul Fa`al.di
tingkat ini manusia tidak lagi berda dalam tingkat ijtihad tetapi telah berda
dalam tingkat pemberian Tuhan hingga dapat berhubungan langsung dengan
Tuhan(Ittishal).
Al-Farabi
mengemukakan bahwa sentral segal sesuatu adalah akal, maka dalam tasawufnya ia
berpendapat bahwa tujuan tasawuf terkhir adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi
dalam wujud kesempurnaan ittishal dengan Al Aqlu Fa`al.
Perkembangan
akal dan peningkatannya tidak bisa lepas dari perkembangan jiwa, peningkatan
dan pembersihannya.[4]
4.
Aliran
Isyraq
Tokoh aliran
Isyraq adalah Syihabuddin Yahya bin Hafash Suhraward. Sejak kecil ia telah
belajar agamadan menghafal Al-Qur`an kemudian belajar di Maraghah berguru
dengan Imam Mahyuddin Al Jilli, dilanjutkan dengan belajar kepada Zahiruddin Al
Qari di Asfahan, dan diteruskan dengan belajar kepada Al Mardini.
Suhrawardi
meninggal dunia karena hukum bunuh yang dilaksanakan oleh Az-Zahir atas
perintah Al-Ayyubi pada tahun 587 H/1191 M pada usia 83 tahun. Sebab jatuhnya hukuman
bunuh itu karena penafsiran Suhrawardi terhadap berbagai hal tentang ketuhanan,
kenabian dan sebagainya yang dianggap berbahaya kepada akidah kaum muslimin.
Suhrawardi
mendasarkan teori filsafatnya kepada Isyraq. Kata Isyraq berasal dari bahasa
Arab yang berarti timur. Secara etimologi mengandung maksud terbitnya matahari
dengan sinar yang terang.
5.
Aliran Ahlul
Malamah
Aliran Ahlul
Malamah lahir di Nishapor pada bagian kedua abad ketiga hijriyah. Kata Al
Malamah berasal dari kata laum yang artinya celaan. Ahlul Malamah adal
sekumpulan orang yang mencela dan merendahkan diri mereka karena itulah tempat
kesalahan-kesalahan.[5]
Ajaran kaum malamatiyah
ini pada dasarnya ialah mencela diri sendiri, merendahkan dan menghinakannya
didepan orang untuk melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan,
menjaga kemurnian ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan.
Tokoh-tokoh
aliran ini antara lain, Hamdun Al Qassar (m.271 H), Abu Utsman Al Hairi (m.289
H), Mahfudz Al Naisaburi (m.303 H), Abul Husein Al Warraq ( m.320 H), Abu Umar
Al Zujaji (m.348 H), Abul Husein bin Bandar (m.350 H), Abul Hasan bin Sahal Al
Busyanji (m.348 H), Abi Ya`kub Al Nahrajuri (m.330 H), dan Muhammad bin Ahmad
Al Farra` (m.370 H). Aliran ini banyak memiliki ajaran-ajaran yang bersifat
ekstrem dan bertendensi negative dalam kehidupan. Oleh karena itu, aliran ini
tidak banyak mendapat pengikut dan tidak bertahan lama dalam sejarah pemikiran
Islam.
6.
Aliran
Wahdatul Wujud
Pemimpin
aliran Wahdatul Wujud adalah filsuf dan sufi yang bernama Ibnu Arabi dari
Andalusia. Beliau dilahirkan tahun 598 H / 1102 M dan
meninggal pada tahun 638 H/1240 M.
Menurut Dr.
Abdul `Ala Afifi, tidak ditemui seorang tokoh aliran Wahdatul Wujud dalam Islam
yang memiliki ajaran sempurna sistematis terkecuali Ibnu Arabi. Dialah peletak
dasar dan Pembina ajaran-ajaran Wahdatul Wujud hingga berdiri sebagai suatu
aliran.
Menurut Ibnu
Arabi, adanya alam semesta ini tidak bias dipisahkan dengan sejarah Nabi Adam
sendiri.[6]
Wahdatul
Wujud adalah kepercayaan bahwa yang maujud (ada) itu hanyalah satu, tidak dapat
diduakan. Dengan kata lain, tak ada yang maujud(ada) kecuali Allah SWT.[7]
7.
Aliran Ahlus
Sunnah
Perkembangan
tasawuf aliran Ahlus Sunnah dimulai dengan perkembangan teologi yaitu
pembahasan di sekitar aqidah dan tampak menonjol dalam pendapat-pendapat yang
dikemukakan oleh Abdullah bin Said Al Kulaby (240 H) dan kemudian berlanjut
lebih jelas dalam perkembangan tasawuf di dalam konsepsi yang dikemukakan oleh
Al Haris Al Muhasiby (243 H) sebagai seorang ahli kalam dan sufi.
Di bidang
teologi tampil Imam Asy`ari (324 H) dan Imam Maturidi (333 H) dengan konsepsi
yang sistematis hingga melahirkan daoktrin Ahlus Sunnah Wal Jma`ah.
Di bidang
tasawuf, penyempurnaan apa yang telah dikemukakan oleh Al Haris Al Muhasiby
dilanjutkan oleh sufi besar Junaid Al Baghdady (297 H) dengan meletakkan
dasar-dasar yang kuat, dan kemudian disempurnakan secara sistematis oleh
Hujjatul Islam Imam Al Ghazali (505 H) hingga terwujud doktrin Ahlus Sunnah Wal
Jama`ah.
Ajaran
tasawuf Ahlus Sunnah Wal Jama`ah adalah bersumber dari mereka yang di dalam
hidup dan berfikir didasarkan kepada Al-Qur`an dan Sunnah dengan mengambil
pelajaran dari ilmu para Nabi dan Rasul dengan mengikuti secara teratur jejak
langkah mereka di dalam menghambakan diri, melakukan jihadun nafs, menegakkan
akhlak yang utama dengan tingkah laku dan perbuatan yang terpuji di sisi Allah,
bening hati dan bersih dalam kehidupan, dan sabar dalam mengatasi berbagai
halangan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka adalah para
sahabat Rasulullah SAW seperti haritsah, Bara`ah bin Malik, Abu Israil,
Huzaifah, Abi Darda`, Abu Zar, `Ukasah, Abdullah bin Umar, Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Suhaib, Abu Rafi`I, Bilal Habab dan lain-lain. Dari tabi`in antara
lain : Ali bin Husein ( Zainul `Abidin), Muhammad Al Bakir, Ja`far As Shadiq,
Uwais Al Qarni, Ibnu Huzaim, Salmah, Hasan Al Basri dan lain-lain.[8]
Aliran Dalam
Filasafat Islam
1. Peripatetik (memutar atau
berkeliling) merujuk kebiasaan
Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya
ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau
epistimologis adalah menggunakan logika formal yang
berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan yang
kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni:
Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn
Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274).
2. Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran,
Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat
yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini
terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya
sebagai satu-satunya realitas sejati (nur al anwar), cahaya di atas
cahaya.
3. Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman
mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional
bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada
hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
4. Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden). Diwakili
oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya
Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau
yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang
berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya
ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau
epistimologis adalah menggunakan logika formal yang
berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan yang
kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni:
Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn
Rusyd (w. 1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274).
2. Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran,
Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat
yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini
terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya
sebagai satu-satunya realitas sejati (nur al anwar), cahaya di atas
cahaya.
3. Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman
mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional
bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada
hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
4. Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden). Diwakili
oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya
Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau
yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang
berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
psi ya?
BalasHapusiya
BalasHapus